Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI (Kemendikbudristek) Hilmar Farid mewakili pemerint...
POKROL, Jakarta - Pada masa penjajahan Belanda, ratusan artefak pernting budaya asal Indonesia dijarah oleh Belanda. Pada 6 Juli 2023, Belanda secara resmi mengumumkan akan mengembalikan 472 artefak budaya ke Indonesia atas permintaan pemerintah Indonesia.
Upacara penyerahan benda bersejarah tersebut berlangsung di Museum Volkenkunde di Leiden, Belanda, pada 10 Juli, bersama Hilmar Farid, Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), mewakili Indonesia.
“Upaya repatriasi ini kami mulai sejak dua tahun lalu,” kata I Gusti Agung Wesaka Puja, ketua tim repatriasi koleksi Indonesia.
Tim repatriasi bekerja sama dengan panitia repatriasi benda-benda peninggalan kolonial Belanda yang dipimpin oleh Lilian Gonçalves-Ho Kang You terus menjalin komunikasi yang positif dan produktif untuk mendorong pemulangan benda-benda bersejarah asal Belanda ke Indonesia.
Benda-benda yang ditunggu-tunggu selama tiga abad ini berada di Belanda itu terdiri dari empat koleksi, antara lain Keris Puputan Klungkung dari Kerajaan Klungkung, Bali, empat patung peninggalan zaman Kerajaan Singasari, 132 benda seni koleksi Pita Maha Bali. , dan 335 harta rampasan dari Ekspedisi Lombok tahun 1894, menurut kementerian.
Di antara 472 benda yang berhasil diselamatkan dari Belanda, keempat patung peninggalan zaman Kerajaan Singasari tersebut akan segera dipajang di Museum Nasional Indonesia sebagai bagian dari pengembalian artefak tersebut ke Indonesia tahap pertama.
Patung Singasari yang menggambarkan dewa dan dewi dari mitologi Hindu yaitu Durga, Mahakala, Nandishvara, dan Ganesha merupakan karya agung dari abad ke-13 Masehi.
Sebelum sampai di Indonesia, arca-arca tersebut disimpan di Museum Volkenkunde, dan replika arca Durga dan Ganesha dipajang di Ruang Kertarajasa Museum Nasional Indonesia, menurut pejabat Museum Nasional.
Ni Luh Putu Chandra Dewi, Kepala Museum Nasional, menjelaskan, keempat arca Singasari tersebut masih dalam penyimpanan dan masih dalam proses pemeliharaan.
Lebih lanjut Dewi menjelaskan, karena adanya perbedaan musim antara Belanda yang memiliki empat musim dan Indonesia yang memiliki dua musim, maka diperlukan aklimatisasi terhadap artefak repatriasi tersebut.
Aklimatisasi adalah proses atau hasil membiasakan diri dengan iklim atau kondisi baru.
Pemerintah Indonesia menyatakan akan menyediakan tim pelestarian untuk menjaga koleksi tersebut, khususnya untuk menstabilkan kondisi artefak setelah dikembalikan ke tanah air.
“Saya sudah meninjau langsung kondisi keempat patung Singasari tersebut dan mengarahkan tim saya untuk merawat dan merawatnya dengan baik, serta ratusan benda repatriasi yang akan ‘pulang’ secara bergelombang,” kata Mendikbudristek. , dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim.
Sementara itu, Museum Nasional berencana menggelar pameran dengan konsep alur cerita yang jelas untuk memamerkan patung-patung tersebut, bersama dengan Prajnaparamita yang juga dipulangkan dari Belanda dan telah berada di museum tersebut sejak tahun 1975.
Pameran temporer tersebut rencananya akan berlangsung pada Oktober tahun ini, atau paling lambat akhir tahun ini, dan kemudian menjadi permanen.
Setelah artefak dikembalikan, diharapkan terjadi peningkatan pengunjung, namun mudah-mudahan tidak hanya lonjakan sementara,” kata Dewi.
Ia menambahkan, ini bukan sekadar pengembalian artefak yang sudah lama hilang dari rumahnya.
“Masyarakat bisa bangga dengan karya seni kita, yang di dalamnya kita harus mengedepankan unsur pendidikan, demi terciptanya jati diri dan karakter bangsa. Itu yang ingin kita sampaikan, dan itulah tujuan kita,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Makarim menegaskan, tujuan jangka pendeknya adalah agar masyarakat dapat melihat artefak-artefak berharga tersebut melalui pameran, sedangkan dalam jangka panjang diharapkan dapat menjadi sumber ilmu pengetahuan dan meningkatkan semangat nasionalisme.
“Masih dalam semangat kemerdekaan, bangsa Indonesia patut berbangga atas hasil perjuangan kita bersama selama kurang lebih dua setengah tahun mengembalikan benda-benda sejarah dan budaya milik bangsa ini kembali ke tanah air,” kata Makarim.
Niti Darmika, pengunjung Museum Nasional asal Bali, menyambut baik kabar pengembalian artefak tersebut dan sepakat bahwa pemajangan artefak repatriasi tersebut dapat membantu meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap sejarah dan budaya Indonesia.
“Sepertinya sebagian masyarakat tidak terlalu peduli dengan apa yang dialami nenek moyang kita di masa lalu. Dengan dikembalikannya artefak dan dipajang di Museum Nasional, semakin banyak orang yang dapat mengetahui sejarah di balik artefak tersebut dan mengapresiasi budaya kita,” kata Darmika.
“Langkah ini juga dapat memperkuat ikatan antara kedua negara,” tambahnya.
Pengunjung asal Kalimantan lainnya, Dewanti Dyah Ayu Rengganis mengaku mengetahui kabar tersebut dan senang dengan adanya repatriasi tersebut.
“Bagaimanapun, Belanda menjajah Indonesia selama hampir 350 tahun. Saya kira kembalinya artefak-artefak Indonesia merupakan kabar baik karena merupakan bentuk rasa hormat Belanda terhadap negara kita,” imbuhnya.
Kembalinya artefak sejarah dan budaya ke Indonesia menandai tonggak sejarah dalam memperbaiki ketidakadilan sejarah dan memungkinkan masyarakat Indonesia untuk terhubung kembali dengan warisan mereka yang hilang sekaligus memperkuat semangat nasionalisme.
Upaya ini tidak hanya menjembatani masa lalu dengan masa kini namun juga menumbuhkan pemahaman budaya antar bangsa, yang menandakan peran penting artefak dalam pelestarian budaya dan diplomasi. (Ant)
Temukan berita dan konten POKROL lainnya di Google News.
Tidak ada komentar
Thank you for your kind comment, we really appreciate it.